Jumat, 25 November 2011

letak placenta abnormal-previa

pLacEnTa pReVia


 
 Defenisi  
 Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah 
    rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium  
    uteri internum (OUI) .
·       Plasenta yang ada di depan jalan lahir.
       (prae = di depan, vias = jalan), jadi yang di maksud adalah    
       plasenta implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh   
       atau sebahagian jalan lahir (Ostium Uteri Internium).

KLASIFIKASI
               Klasifikasi  plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan
fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta
previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
pada pembukaan 8 cm.
 a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm
1)          Plasenta previa sentralis (totalis),  bila pada pembukaan 4-5 cm teraba  plasenta menutupi       seluruh ostea.
2)        Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
a.       Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian belakang.
b.       Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
c.       Plasenta previa marginalis; bila  sebagian kecil atau hanya pinggir
ostea yang ditutupi plasenta.

b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat :
1)      Plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri.
2)     Plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri.
3)     Plasenta letak rendah, pinggir plasenta  berada  3-4 cm diatas pinggir
pembukaan Pada periksa dalam tak teraba.
© 2004 Digitized by USU digital library 

c. Menurut Browne:
1)      Tingkat I, Lateral plasenta previa :
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak
sampai ke pinggir pembukaan.
2)     Tingkat II, Marginal plasenta previa:
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (Ostea).

1.  Gejala klinis
a.  Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa
rasa nyeri  dari biasanya berulang darah biasanya berwarna merah
segar.
b.  Bagian terdepan janin tinggi (floating). sering dijumpai kelainan letak
janin.
c.  Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak  banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga
pasien sempat dikirim  ke rumah  sakit. Tetapi perdarahan berikutnya
(reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
d.  Janin biasanya masih baik.

2.  Pemeriksaan in spekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau  dari kelainan cervix dan vagina.  Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta harus dicurigai.

3.  Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio sotop dan  ultrasonografi. Akan
tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin
dihadapkan pada bahaya radiasi  sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan
USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap
sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.

4.  Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks.
Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara
bagian terdepan janin  dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis.
Jari di masukkan  hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan
plasenta.

Resiko pada ibu: pendarahan hebat, mengancam keselamatan ibu dan meningkatkan resiko pendarahan paska bersalin.
Resiko pada janin: selain bahaya akibat pendarahan, janin berisiko lahir prematur atau lahir meninggal karena terpaksa dilahirkan.
Gejalanya:
  • Pendarahan tanpa sakit (painless bleeding). Warna darah merah terang, volume sedikit atau banyak, keluar terus menerus, atau berhenti-keluar.
  • Bagian terbawah janin tidak kunjung masuk rongga panggul.
  • Posisi janin melintang atau sungsang.
  • Kadang-kadang ukuran janin lebih kecil dari usia kehamilan disebabkan sirkulasi darah. 



PENANGANAN
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester
ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok
karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
•  Keadaan umum pasien, kadar hb.
•  Jumlah perdarahan yang terjadi.
•  Umur kehamilan/taksiran BB janin.
•  Jenis plasenta previa.
•  Paritas clan kemajuan persalinan.



© 2004 Digitized by USU digital library  2
Penanganan Ekspektif
Kriteria :   -   Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
                -   Perdarahan sedikit
                -   Belum ada tanda-tanda persalinan
      -  Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.

Rencana Penanganan :
1.  Istirahat baring mutlak.
2.  Infus D 5% dan elektrolit
3.  Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia.
4.  Periksa Hb, HCT,  COT, golongan darah.
5.  Pemeriksaan USG.
6.  Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.
7.  Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung  keadaan pasien ditunggu
sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.

Penanganan aktif

Kriteria 
•  umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
•  Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
•  Ada tanda-tanda persalinan.
•  Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya  SC atau  partus pervaginum,
dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
Indikasi Seksio Sesarea :
1.  Plasenta previa totalis.
2.  Plasenta previa pada primigravida.
3.  Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4.  Anak berharga dan fetal distres
5.  Plasenta previa lateralis jika :
•  Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
•  Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
•  Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
6.  Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.
Partus  per vaginam.
Dilakukan pada plasenta previa  marginalis  atau lateralis pada multipara dan anak
sudah meninggal atau prematur.
1.  Jika pembukaan serviks sudah agak  besar (4-5  cm), ketuban dipecah
(amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
2.  Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
3.  Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan
(kompresi  atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya
dilakukan pada keadaan darurat,  anak  masih kecil atau  sudah mati, dan tidak
ada fasilitas untuk melakukan operasi.
Faktor Predisposisi : 
1.  Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun).
2.  Defek  vaskularisasi desidua yang kemungkinan  terjadi akibat perubahan
atrofik dan inflamatorotik.
3.  Cacat atau  jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
Kuret, dll).
4.  Chorion leave persisten.
5.  Korpus luteum bereaksi  lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
6.  Konsepsi dan nidasi terlambat.
7.  Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.



KOMPLlKASI
1.  Perdarahan dan syok.
2.  Infeksi.
3.  Laserasi serviks.
4.  Plasenta akreta. 
5.  Prematuritas atau lahir mati. 
© 2004 Digitized by USU digital library  3
6.  Prolaps tali pusar.
7.  Prolaps plasenta.

PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karana plasenta
rendah sekali atau tak ada sama  sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif
pada tahun 1945,  kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun
demikian, hingga kini kematian perinatal  yang disebabkan prematuritas tetap
memegang peranan utama.


KEPUSTAKAAN
 Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.

Mochtar. R, Sinopsis Obstetri I, Ed. II, Jakarta, EGG, 1989,hal.300-311.

Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara/R.S Dr.
Pringadi Medan, Pedoman Diagnosis dan Therapi Obstetri-Ginekologi R.S. Dr.
Pringadi Medan, 1993, halo 6-10,

Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung,
Obstetri Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, halo 110-120.
.
© 2004 Digitized by USU digital library  4

asuhan persalinan normal-58 APN



  1. Mendengar dan melihat adanya tanda gejala kala dua.
  2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat suntik steril sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
  3. Memakai celemek plastik,dan APD lainnya.
  4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan degan sabun dan air mengalir (6langkh)
  5. Menggunakan sarung tangan steril pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
  6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam wadah partus set.
  7. mendekatkan pada ibu alat vulva hygiene lalu memakai sarung tngan steril kiri.
  8. Melakukan vulva hygiene, kemudian pemeriksaan dalam (kelainan vagina,portio,pembukaan,ketuban,penurunan,presentasi,posisi)
  9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
  10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai (pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit)).
  11. Melakukan informed consent pada ibu dan keluarga kondisi ibu dan bayi.
  12. Memberikan ibu posisi senyaman mungkin saat persalinan
  13. mengajarkan ibu cara meneran yang benar (yaitu ibu meneran saat adanya his)
  14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
  15. setelah kepala bayi terlihat didepan vulva dengan diameter 5 – 6 cm letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu.
  16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
  17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan,
  18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
  19. memimpin ibu meneran, bantu lahirnya kepala
  20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
  21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
  22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
  23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
  24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri di antara kedua lutut janin)
  25. Melakukan penilaian sambil dikeringkan (a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? (b) Apakah bayi bergerak aktif ? (c) Apakah warna kulit bayi kemerahn?
  26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di atas perut ibu.
  27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada bayi ke dua dalam uterus.
  28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
  29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
  30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
  31. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
  32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
  33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
  34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
  35. Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
  36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
  37. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
  38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
  39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
  40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke dalam kantong plastik yang tersedia.
  41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
  42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
  43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
  44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
  45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
  46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
  47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
  48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
  49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
  50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
  51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
  52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
  53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
  54. Memastikan ibu merasa nyaman dan memenuhi kebutuhan nutrisi ibu
  55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
  56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% lalu melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
  57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
  58. Dokumentasi (Melengkapi partograf)